Chiang Mai –
Tewasnya dua gajah Di Taman Nasional Alam Chiang Mai, Thailand membuat dunia berduka. Protokol keselamatan hewan liar Di taman nasional itu disorot.
Dikutip Di Khaosod English Di Kamis (10/10/2024), dua gajah Di taman Nasional Alam Chiang Mai (Elephant Nature Park) mati tenggelam. Mereka adalah Pang Fah Sai yang berusia 16 tahun dan Pang Loy yang berusia 40 tahun. Pang Fah Sai adalah gajah buta.
Mereka tersapu Genangan Air Di tanggal 3 Oktober. Jasad dua gajah ini ditemukan tenggelam 5 km Di Elephant Nature Park Di tanggal 5 Oktober.
Kematian kedua gajah ini telah membuat beberapa orang mengkritik keterlambatan evakuasi, Walaupun kamp gajah lainnya telah mengevakuasi semua gajah mereka Di tempat yang aman.
Malahan, keputusan Taman Alam Gajah Sebagai menguburkan gajah Di Didekat tepi sungai juga Dilindungi Di para Ahli Kepuasan hewan. Mereka memperingatkan bahwa tindakan tersebut dapat berisiko menyebarkan patogen Di sungai.
Menurut laporan Di National Elephant Institute, Di bawah Forest Industry Organization (2015-2024), terdapat 49 kamp gajah (Di 546 gajah) Di sepanjang Sungai Mae Taeng. Sebelumnya bencana, terdapat 118 gajah Di Elephant Nature Park. Setelahnya air surut, ditemukan 106 gajah betina dan 10 gajah jantan, sedangkan dua gajah betina ditemukan mati.
Salah satu kritikan Sebagai pengelolaan Elephant Nature Park disampaikan Di Kanchana Silpa-archa, ketua Federasi penasihat Partai Chart Thai Pattana. Kanchana memainkan peran Kunci Untuk pengembalian Plai Sak Surin, seekor gajah tua dan sakit Di Sri Lanka Di Thailand Di tahun 2023, dan terus-menerus mengadvokasi gajah lainnya.
Dia menjelaskan bahwa dia tidak ingin mengkritik keras gajah yang tenggelam dan penanganan gajah yang sakit dan cacat Untuk insiden Genangan Air Di Chiang Mai ini. Jika tidak, Ahli Kepuasan hewan dan berbagai pihak berwenang tidak Akansegera sepenuhnya turun tangan Sebagai membantu. Berbicara sebagai pecinta hewan, dia mendesak adanya perbaikan Sebagai Mengurangi hilangnya gajah dan hewan lainnya.
Kanchana menyorot bahwa kamp-kamp lain telah diperingatkan tentang Genangan Air bandang, Di segera mereka memindahkan gajah-gajah Di tempat yang aman Dari akhir September. Mereka mengindahkan peringatan tersebut dan meminta pawang mereka Sebagai mengevakuasi gajah-gajah tersebut.
Tetapi, Elephant Nature Park terus Memperoleh wisatawan hingga 4 Oktober dan hanya membatalkan kegiatan ketika situasinya sudah menjadi kritis.
Rekaman klip video dan gambar yang Menunjukkan gajah mengarungi Genangan Air sendirian, termasuk gajah yang buta tersebar Di media sosial. Ini Menunjukkan bahwa taman tersebut tidak Memperoleh pawang khusus Sebagai setiap gajah.
Sebagai Alternatif, pawang umum mengawasi seluruh area, Supaya mustahil Sebagai merespons tepat waktu. Merawat gajah memerlukan pengendalian, terutama Untuk keadaan darurat, tetapi harus mematuhi hukum dan menghindari kekejaman.
“Saya ingin mengatakan bahwa kamp gajah lain yang menggunakan rantai tidak membiarkan gajah mereka mati. Mereka telah melepas rantai Sebelumnya Genangan Air datang. Bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah sistem pengelolaan gajah yang harus memastikan akses Untuk keadaan darurat. Taman ini belum melatih gajahnya Di cara yang sama seperti kamp lainnya,” kata Kanchana.
Sambil Itu, Saengduean Chailert, Kepala Negara Save Elephant Foundation dan pendiri Elephant Nature Park Di Mae Taeng, Menyambut Baik kritikan ini Untuk sebuah postingan. Ia mengatakan tidak ingin menjadi Dibagian Di drama tentang cara pusat Penanganan gajah miliknya merawat gajah, yang telah berlangsung Pada hampir dua dekade. Karena Itu jika sesuatu terjadi kali ini, ia Akansegera menyerahkannya kepada pengacaranya.
“Penilaian yang membangun berdasarkan penalaran yang baik dapat diterima, dan saya bersedia mendengarkan dan melakukan perbaikan. Tetapi, ketika ada Penilaian yang penuh Di bias dan kepalsuan, saya merasa terdorong Sebagai maju dan memberi tahu Komunitas tentang kebenaran,” katanya.
Saengduean menegaskan bahwa Di pusat tersebut, sebenarnya jumlah pawang lebih banyak daripada gajah, dan pertemuan pawang diadakan setiap dua minggu. Mengenai tur, mereka dipesan terlebih dahulu, Malahan lintas tahun, Di kalender yang jelas tersedia Di situs web.
Ia menambahkan, pembelajaran Di kehilangan ini sulit Sebagai dilupakan dan menjadi peringatan bahwa Genangan Air Di masa Didepan yang Bisa Jadi Akansegera lebih parah. Pihaknya tidak Akansegera mengizinkan hal ini terjadi lagi kepada ‘keluarga’ mereka.
Sebagai Di ini, tugas yang tersisa adalah mencari gajah, anjing, sapi, kerbau, dan hewan lainnya yang masih tersisa dan merawat hewan-hewan yang terluka yang telah dipindahkan Di tempat lain. Ia berterima kasih kepada semua organisasi dan individu yang telah membantu dan menyediakan Konsumsi serta Terapi-obatan Bagi hewan-hewan tersebut.
Di ini, seluruh area taman nasional terkubur Di bawah lumpur. Butuh waktu berbulan-bulan Sebagai membersihkan dan membangunnya kembali. Beberapa tempat perlindungan gajah telah hancur Di Genangan Air, Sambil banyak keluarga pawang telah kehilangan Rumah mereka dan sekarang mencari perlindungan Di tempat lain.
“Kita harus bekerja tanpa lelah Sebagai melewati krisis ini. Saya adalah kepala keluarga ini dan saya bertanggung jawab atas orang-orang ini. Saya hanya Akansegera bekerja Sebagai hewan yang tidak bersuara,” kata dia.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: 2 Gajah Chiang Mai Mati Di Genangan Air, Taman Nasional Dihujat