Dua mahasiswa yakni A Fahrur Rozi Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Anthony Lee Di Podomoro University menggugat Perundang-Undangan Pemungutan Suara Kepala Daerah Serentak Ke Mahkamah Konstitusi (MK). Foto/Dok SINDOnews
Permohonan Pengujian Materiil Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang ini diajukan dua mahasiswa tersebut Ke Selasa, 11 Juni 2024.
Berikut Dalil-Dalil Pokok Permohonan:
1. Bahwa Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sejatinya mengatur tentang hak Untuk memperoleh kesempatan Untuk mencalonkan diri atau dicalonkan (Right To Be Candidate) Di kontestasi pemilihan kepala Area. Di Kontek Sini, pemohon ingin Memberi penegasan khusus Pada frasa “mencalonkan diri dan dicalonkan” yang Memiliki arti suatu proses Untuk menjadi Kandidat atau ditetapkan sebagai Kandidat sebagai Kandidat kepala Area.
2. Bahwa Sesudah Itu Pasal 7 ayat (2) mengatur tentang beberapa prasyarat Untuk ditetapkan baik sebagai Kandidat Gubernur dan Kandidat Wakil Gubernur, Kandidat Bupati dan Kandidat Wakil Bupati, serta Kandidat Walikota dan Kandidat Wakil Walikota, yang Ke antaranya tercantum Ke Dibagian huruf e, yaitu: berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun Untuk Kandidat Gubernur dan Kandidat Wakil Gubernur, serta 25 (dua puluh lima) Untuk Kandidat Bupati dan Kandidat Wakil Bupati, serta Kandidat Walikota dan Kandidat Wakil Walikota;
3. Bahwa Pasal 7 Ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tersebut berada Di satu tarikan napas Agar Dari karenanya menjadi sangatlah jelas dan terang benderang bahwa Syarat “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun” harus diterjemahkan sebagai syarat wajib yang harus dipenuhi Dari setiap warga Bangsa Untuk ditetapkan sebagai Kandidat Gubernur dan Kandidat Wakil Gubernur. Begitu pula Syarat “berusia paling rendah 25 (Dua puluh lima) tahun.” harus diterjemahkan sebagai syarat wajib yang harus dipenuhi Dari setiap warga Bangsa Untuk ditetapkan sebagai Kandidat Bupati dan Kandidat Wakil Bupati, serta Kandidat Walikota dan Kandidat Wakil Walikota.
4. Bahwa Karenanya, sudah benar dan tepat jika Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (Komisi Pemilihan Umum RI) menerjemahkan persyaratan usia minimal sebagaimana diatur Di Pasal 7 ayat (2) huruf e UndangUndang Nomor 10 Tahun 2016 Ke atas Ke Di Syarat Pasal 4 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2020, yang berbunyi: (4) Warga Bangsa Indonesia dapat menjadi Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bersama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Bangsa Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Bangsa Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
d. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun Untuk Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun Untuk Kandidat Bupati dan Wakil Bupati atau Kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung Dari penetapan Pasangan Kandidat.
Mereka juga menyinggung Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23P/HUM/2024 yang mengubah batas usia pasangan Kandidat Pada penetapan Kandidat menjadi Dari pelantikan pasangan Kandidat terpilih.
Diketahui,Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23P/HUM/2024 Mengungkapkan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan Bersama peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UndangUndang, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 30 (tiga puluh)
tahun Untuk Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun Untuk Kandidat Bupati dan Wakil Bupati atau Kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung Dari pelantikan pasangan Kandidat terpilih.”
Menurut Pemohon, adanya Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 tersebut telah melahirkan 2 (dua) tafsir yang berbeda Pada Syarat Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yaitu;
1. Tafsir yang memberlakukan syarat usia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun Untuk Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun Untuk Kandidat Bupati dan Wakil Bupati atau Kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung Dari Dari penetapan Pasangan Kandidat.
2. Tafsir yang memberlakukan syarat usia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun Untuk Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun Untuk Kandidat Bupati dan Wakil Bupati atau Kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung Dari pelantikan pasangan Kandidat terpilih.
Di Petitumnya, kedua mahasiswa ini memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa dan mengadili permohonan ini Untuk berkenan memutuskan:
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon Untuk seluruhnya;
2. Mengungkapkan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan Bersama UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun Untuk Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun Untuk Kandidat Bupati dan Wakil Bupati atau Kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung Dari penetapan Pasangan Kandidat”;
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini Di Berita Bangsa Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
“Apabila Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono),” demikian dikutip Di laman MKRI, Rabu (19/6/2024).
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Syarat Usia Kepala Area Diubah MA, Dua Mahasiswa Gugat Perundang-Undangan Pemungutan Suara Kepala Daerah Serentak Ke MK