Jejak Orang-orang Keturunan Arab Hingga Bima, Begini Sejarahnya

Seperti layaknya kota lain Hingga Indonesia, Bima Hingga NTB juga punya warga keturunan Arab. Ternyata, mereka sudah ada Sebelum abad Hingga-17. Bagaimana kisahnya?

Sejumlah anak-anak Lagi bermain Hingga sebuah lapangan yang berada Hingga Kelurahan Melayu, Kecamatan Asakota, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sesekali mereka memanggil nama satu sama lain, seperti Ali, Zaki, Husen, dan Alwi. Nama-nama itu mengingatkan kembali sosok para sahabat dan cucu Rasulullah.

Hingga Kelurahan Melayu, nama-nama itu memang sudah terbiasa terdengar dipanggil sehari-hari.

“Memang Hingga sini (kampung Melayu), kampungnya orang Arab,” kata Salim Syamlan, salah satu warga Hingga Kelurahan Melayu, beberapa waktu lalu.

Pria berusia 45 tahun ini mengaku sudah lama menetap Hingga Kelurahan Melayu bersama Bersama orang tuanya. Malahan, dia mengaku adalah generasi keempat Bersama keturunan Arab.

“Dulu kakek saya datang Bersama Surabaya menjadi pedagang Hingga Bima. Dilanjutkan ayah dan saya,” katanya.

Salim mengungkapkan warga keturunan Arab yang menetap Hingga Melayu sangat banyak. Mereka terdiri Bersama berbagai fam (marga) Arab, seperti Bin Syekh Abubakar (BSA), Al Habsyi, Boftem, Al Idrus, Bafadal, Syamlan, Bin Syekh, dan lainnya.

“Dulu Karya dan kegiatan sehari-hari sebagai pedagang kain, Aroma, mebel, sofa, dan peralatan dapur. Tapi sekarang ada juga yang PNS, TNI, Polri termasuk, politisi,” katanya.

Warga Keturunan Arab Ada Sebelum Abad Hingga-17 Hingga Bima

Berdasarkan Studi Sinau Cagar Kearifan Lokal Global (Sirgada) NTB, organisasi yang mempelajari cagar Kearifan Lokal Global, warga keturunan Arab Hingga Bima dan yang tinggal Hingga Kelurahan Melayu sudah ada Sebelum zaman penjajahan Belanda (VOC) yaitu Di tahun 1669.

“Di catatan sejarah, orang Arab sudah ada Hingga Bima tepatnya Hingga Melayu Hingga abad Hingga -17,” kata Ketua (Sirgada) NTB Ihsan Iskandar, kepada detikBali.

Ihsan mengaku Hingga Samping menjadi pedagang, orang keturunan Arab Hingga Bima juga dipakai Bersama penjajah Belanda sebagai penghubung atau perantara Bersama pihak Kesultanan Bima.

“Menjadi penghubung Ditengah VOC Bersama Kesultanan Bima atau penguasa lokal. Semacam diplomat,” ujarnya.

Orang Arab terus berdatangan Hingga Bima Di era Sultan Jamaluddin yang memerintah 1687-1696. Sultan Bima Hingga-4 tersebut dibesarkan dan dididik Hingga Banten, Tetapi pulang Hingga Bima ikut serta membawa sejumlah guru-gurunya yang merupakan orang Arab.

“Sesudah Sultan Jamaluddin, eksistensi orang keturunan Arab terus berkembang Hingga era Sultan Bima Hingga-5, yakni Sultan Hasanuddin yang memerintah 1696-1731,” ujarnya.

Hingga era Sultan Hasanuddin, orang keturunan Arab diberikan jabatan penting dan strategis Hingga Kesultanan Bima, seperti raja bicara atau juru bicara dan Kepala Bumi Renda atau Kepala Militer Kesultanan Bima.

Pemberian jabatan itu sempat menimbulkan perdebatan dan perselisihan Hingga internal Kesultanan Bima kala itu.

“Sayid Jalaluddin orang Arab diberi jabatan sebagai raja bicara. Lalu ada Sayid Umar sebagai kepala militer dan yang merangkap Kadi (istilah era Kesultanan Bima) atau Pembantu Kepala Negara Agama,” sebut Ihsan.

Di abad Hingga-19, Ihsan melanjutkan, orang keturunan Arab Hingga Bima Malahan mendiami satu perkampungan bersama Bersama orang Bali, Bugis, dan Sumbawa. Tetapi sekarang kampung itu mayoritas didiami orang Arab yang diberi nama Melayu.

“Kampung ini berada Hingga Di pelabuhan. Sempat juga ingin dikuasai dan menjadi pengawasan VOC, tapi ditentang dan tidak diizinkan Bersama Sultan Bima,” katanya.

Keturunan Arab Berpengaruh Kuat Hingga Kesultanan Bima

Menurut Ihsan, orang Arab dulu Memiliki pengaruh yang kuat dan berperan penting Hingga Kesultanan Bima. Saking pentingnya kala itu, terjadi pertentangan pelaksanaan Hari Raya Idul fitri.

Pemuka agama keturunan Arab menyebut salat Id harus dilaksanakan Di hari Jumat. Sambil Kesultanan Bima menetapkan salat Id jatuh Di hari Kamis. Sebab perbedaan ini, pihak Kesultanan Bima harus Melakukan Pertemuan ulang Bagi menentukan pelaksanaan salat Id.

“Hasil Pertemuan salat Id dilaksanakan dua hari berturut-turut. Hari Jumat pelaksanaan salat Id, sedangkan hari Kamis tidak lagi puasa,” beber Ihsan.

Di kala itu, Keterlibatan dan Pengganti orang Arab digambarkan sangat elit dan mewah. Sebab Dikatakan sebagai keturunan Rasulullah, ucapan dan tingkah laku mereka lebih didengarkan, terutama berkaitan Bersama persoalan agama.

“Selain soal agama, soal politik dan pemerintahan, campur tangan orang Arab Hingga Bima Di itu, pengaruhnya sangat kuat. Dulu ucapan menjadi pertimbangan sultan Di menentukan Aturan pemerintahan,” ujar Ihsan.

Hingga Samping itu, orang Arab juga diberikan keluasan Bagi berdagang yang berbeda Bersama ras lain, salah satunya Bersama keturunan China. Yang mana sistem berdagang orang Arab dilakukan mandiri. Sedangkan China Lewat perantara Bersama pedagang Bersama Makassar dan Surabaya.

“Sistem pernikahan juga sangat ketat. Tidak Bersama ras lain, harus Bersama sesama Arab,” ujarnya.

Suasana perkampungan Arab Hingga Kelurahan Melayu, Kecamatan Asakota, Kota Bima, NTB. (Dok. Rafiin/detikBali)

Ihsan menerangkan diaspora warga keturunan Arab sudah menyebar luas Hingga sejumlah Area Hingga Kabupaten dan Kota Bima. Selain Hingga Melayu, mereka juga mendiami Hingga Area Tente, Sila Bolo, Sape, termasuk juga Hingga Kabupaten Dompu.

“Sekarang warga keturunan Arab Hingga Bima sudah menyebar luas. Tidak lagi Hingga Melayu, Kota Bima saja, Tetapi juga Hingga Area Kabupaten Bima dan Dompu,” kata Ihsan.

Ihsan menjelaskan selain faktor berdagang, diaspora warga keturunan Arab Hingga beberapa Area Hingga Bima dan Dompu, juga dilatarbelakangi Bersama pernikahan campuran. Warga Arab sudah banyak menikahi warga lokal, baik yang perempuan maupun laki-laki.

“Selain berdagang, orang Arab Hingga Bima sekarang juga memasuki ruang-ruang pemerintahan. Hal ini bukan hal yang Mutakhir, Sebab Di masa lampau mereka juga seperti ini, yakni berdagang dan ada juga yang menjadi pejabat pemerintah,” ujarnya.

Ihsan menambahkan jejak keturunan Arab Hingga Melayu bisa dilihat Bersama arsitektur bangunan. Salah satunya Rumah panggung semi permanen besar yang hingga kini masih kokoh berdiri dan ditempati secara turun-temurun.

Hingga Samping Itu, jejak orang Arab Hingga Bima terdapat Hingga manuskrip naskah Bima. Lalu surat dan catatan harian kerajaan Bima serta Iman dan Politik Luar Negeri atau BO Bumi Luma Rasanae, karya Alaudin Mahyudin.

“Sambil peninggalan Kearifan Lokal Global yakni makam Sahid Jalaluddin Hingga (Makam Kesultanan Bima) Dana Traha dan makam-makam nisan batu orang arab Hingga dermaga Ule,” imbuhnya.

——–

Artikel ini telah naik Hingga detikBali.