Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI) menerangkan, situasi industri industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal yang terjadi Di ini adalah penutupan pabrik hingga berujung Usaha gulung tikar. Foto/Dok
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menjelaskan, situasi Pemecatan Karyawan yang digembar-gemborkan tersebut hanya yang terlihat secara permukaan saja. Dia mengatakan situasi industri TPT lokal yang terjadi Di ini adalah penutupan pabrik hingga berujung Usaha terpaksa gulung tikar.
“Di ini trendnya bukan lagi Pemecatan Karyawan tetapi menutup pabrik, Sebab perusahaan jalan Di ini Bersama sisa karyawan, Dari Sebab Itu Pemecatan Karyawan sekaligus tutup pabrik,” ujar Gita kepada MPI, Jumat (14/6/2024).
Sambung dia mengungkapkan, Tren gulung tikar Usaha industri TPT ini Berencana terus berlangsung Di pemerintah masih mempertahankan Aturan yang pro importir.
“Kepuasan ini Berencana terus berlangsung sampai ada Aturan perbaikan pasar Bersama pemerintah, sepanjang pemerintah masih pro Di para importir pedagang, Tren tutup pabrik ini Berencana terus terjadi,” jelas Gita.
Dia menyebutkan situasi Lebih diperparah Dari awal 2024 ketika Kementerian Perdagangan Menerbitkan Permendag Nomor 8 tahun 2024, yang mengutamakan Tenteram Perdagangan Masuk Negeri Supaya pasar industri TPT condong kembali Di produk bukan Untuk negeri tersebut.
“Semenjak ada Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang semangatnya Tenteram Perdagangan Masuk Negeri Supaya banyak brand lokal kembali Di produk Perdagangan Masuk Negeri, industri TPT merasa tidak ada harapan lagi dan cashflow yang buruk maka sebagian perusahaan memutuskan menutup pabriknya dan mem-Pemecatan Karyawan sisa karyawannya,” ungkap Gita.
Sekadar informasi, Kepala Negara Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menjelaskan penurunan permintaan produk TPT yang diproduksi lantaran kalah bersaing secara harga Bersama Barang Dagangan Perdagangan Masuk Negeri, khususnya Bersama yang berasal Bersama Tiongkok.
“Pabrik-pabrik tekstil tersebut sebenarnya sudah Melakukanupaya Untuk bertahan Bersama Pembaharuan menjual barangnya sendiri, tetapi Lalu tidak laku juga terutama Di pasar lokal,” terang Ristadi.
“Produk mereka tidak laku Sebab kalah bersaing harganya Bersama Barang Dagangan TPT Perdagangan Masuk Negeri, terutama Bersama China, Supaya mereka tidak mampu bertahan,” sambung Ristadi.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Di Ini Trennya Bukan Lagi Pemecatan Karyawan, Tapi Menutup Pabrik