Jakarta –
Belum lama ini media sosial diramaikan Di sebuah kabar yang menyebutkan bahwa Proteksi COVID Di mRNA seperti Pfizer dan Moderna dapat Memberi efek jangka panjang 5-15 tahun. Beberapa efek jangka panjang yang dimaksud meliputi komplikasi seperti penggumpalan darah, masalah Kekebalan, masalah neurologis, henti jantung, hingga kanker.
Pakar epidemiologi Dicky Budiman menyebut informasi yang beredar adalah hoaks. Dicky menjelaskan Proteksi mRNA telah Lewat uji klinis yang ketat Untuk beberapa fase dan melibatkan ribuan partisipan Untuk memeriksa Perlindungan serta efektivitasnya. Samping Itu, pengawasan Proteksi juga dilakukan secara berkelanjutan Kendati telah disetujui dan Ke Di ini sudah ada jutaan orang yang Memperoleh Proteksi tersebut.
Data Yang Berhubungan Di efek Samping serius, kata Dicky, hingga Di ini masih sangat jarang terjadi. Beberapa efek Samping yang terjadi umumnya masih seperti nyeri Hingga tempat suntikan, demam, dan kelelahan.
“Klaim kerusakan jangka panjang tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa Proteksi messenger RNA ini menyebabkan kerusakan jangka panjang. Sebagian besar komponen Proteksi mRNA termasuk mRNA itu sendiri mudah dipecah dan dihilangkan Untuk tubuh Untuk beberapa hari Setelahnya Proteksi. Di Sebab Itu tidak menetap Hingga Untuk tubuh,” jelas Dicky Ke detikcom, Rabu (12/6/2024).
Samping Itu, Dicky juga menjawab tudingan bahwa mRNA dapat berintegrasi Di DNA manusia dan menyebabkan mutasi genetik. Menurutnya kabar tersebut tidak benar Sebab mRNA Untuk Proteksi tidak memasuki inti sel tempat DNA berada.
“Konspirasi lain juga klaim bahwa Proteksi messenger RNA ini dapat menyebabkan Penyakit autoimun. Studi Eksperimen Menunjukkan bahwa risiko Penyakit autoimun Setelahnya Proteksi sangat rendah,” kata Dicky.
“Itu Justru jauh lebih rendah dibandingkan risiko komplikasi serius akibat Infeksi COVID-19 itu sendiri gitu. Di Sebab Itu manfaatnya (Proteksi) jauh-jauh lebih besar,” tandasnya.
Senada, Ketua Komnas KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) Prof Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan bahwa kabar yang beredar menyesatkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ia menekankan bahwa Proteksi COVID-19 yang diberikan Ke Komunitas telah Lewat serangkaian pemeriksaan Justru Setelahnya diberikan Lewat Post-Marketing Surveillance (PMS).
Hingga Di ini sudah Di tiga tahun waktu berjalan semenjak Proteksi COVID-19 diberikan Ke Komunitas. Untuk PMS yang dilakukan, tidak ditemukan adanya Peristiwa Pidana Hukum kematian secara masif akibat Proteksi.
“Kalau ada kematian secara masif (akibat Proteksi) pasti sudah ada datanya Hingga Post-Marketing Surveillance. Sampai Di ini, belum ada laporan Hingga jurnal atau Organisasi Kesejaganan Dunia (WHO) tentang kematian masif Setelahnya 3 tahun Sebab Proteksi mRNA, tidak ada satupun laporannya. Hingga Indonesia, juga tidak ada laporan seperti itu,” kata Prof Hingky.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Kata Epidemiolog soal Proteksi COVID Pfizer-Moderna Picu Kematian Dini