Jakarta –
Laporan World Happiness 2024 Menunjukkan secara Internasional generasi muda Di ini kurang Sejahtera dibandingkan masa lampau orangtua mereka. Ini juga terjadi Hingga Singapura. Menurut data tersebut, mereka Di usia 60 tahun Hingga atas rupanya lebih Sejahtera dibandingkan kelompok berusia Hingga bawah 30 tahun.
Menurut survei yang dilakukan Duke-NUS Medical School dan Institute of Mental Health (IMH) Di 2022, 12 persen individu muda Menunjukkan Tanda-Tanda mirip Di depresi, Sambil Di 13 persen Menunjukkan Tanda-Tanda kecemasan. Secara keseluruhan, 16,2 persen remaja melaporkan Menyoroti Tanda-Tanda yang sesuai Di setidaknya salah satu Di Kepuasan berikut.
Sambil bila mengacu survei Kesejajaran Penduduk Nasional Di 2022, orang dewasa berusia Antara 18 hingga 29 tahun Memperoleh persentase Kesejajaran mental buruk tertinggi, Di 25,3 persen melaporkan masalah tersebut.
Sejalan Di Studi-Studi ini, proporsi tahunan anak-anak atau remaja yang diberi resep antidepresan Meresahkan Di 3,4 persen menjadi 4,1 persen Pada lima tahun Antara 2017 dan 2021. Dan Begitu Juga, resep Di orang dewasa muda Meresahkan Di 11,2 persen menjadi 15,5 persen Pada periode tersebut.
Meningkatnya tantangan Kesejajaran mental yang dihadapi kaum muda telah mencapai titik kritis. Di Februari, Wong Menyoroti masalah ini Untuk mosi Dewan yang bertujuan Sebagai memajukan inisiatif Kesejajaran mental. Dia menekankan perlunya lebih banyak Studi dan perubahan mendasar Untuk persepsi kita tentang kesuksesan, Di menggarisbawahi gawatnya situasi ini.
‘Biang Kerok’ Gen Z Tak Sejahtera
Tiga pemicu generasi muda Hingga Singapura kurang Sejahtera yakni berkaitan Di media sosial, serta lingkungan akademis dan kerja.
Generasi muda Di ini Berjuang Di dunia yang sangat berbeda Di generasi Sebelumnya Itu seiring Di pesatnya kemajuan Ilmu Pengetahuan, kehadiran media sosial, berbagai pemicu Beban yang unik pun muncul. Alat-alat ini, Walaupun dirancang Sebagai menghubungkan dunia, sering kali menumbuhkan rasa keterasingan dan ketidakmampuan.
Misalnya, media sosial dapat memutarbalikkan kenyataan, Menyediakan tolok ukur yang tidak realistis Untuk kesuksesan dan Kesenangan pribadi. Paparan terus-menerus Pada gambaran kehidupan orang lain yang dikurasi dapat menyebabkan perasaan tidak mampu, cemas, dan depresi.
Banyak anak muda mengeluh bahwa alih-alih membentuk persahabatan Untuk dinas nasional penuh waktu atau bersosialisasi Hingga kampus, sebagian besar Keterlibatan kini dilakukan Untuk obrolan grup daring. Mereka kesulitan menemukan waktu atau Kemungkinan Sebagai bertemu orang Terbaru dan kesulitan mencari hubungan romantis yang bermakna Di Langkah kencan.
Hingga Singapura, sistem Belajar masih bertumpu Di Prestasi akademis. Hal ini dapat menguras tenaga secara psikologis dan emosional, Lantaran generasi muda sering kali merasa berada Untuk perlombaan tanpa henti Sebagai mencapai Kelebihan akademis, sebuah perlombaan Di imbalan yang sulit didapat dan tidak berwujud. Malahan Untuk mereka yang Memperoleh prestasi akademik tinggi, janji Berencana masa Didepan yang memuaskan dan terjamin masih Dilindungi mengingat biaya hidup yang terus Meresahkan.
Kenyataan yang menakutkan bahwa Walaupun mereka telah Melakukanupaya sebaik-baiknya, mereka tidak Mungkin Saja melampaui kesuksesan orang tua mereka, Untuk Kelompok yang telah mencapai tingkatan luar biasa, menambah kompleksitas yang ada. Lingkungan ini dapat menyebabkan kelelahan dan mempertanyakan tujuan upaya mereka, Agar Memangkas nilai kerja keras dan pencapaian mereka.
“Untuk remaja yang merasa sedih dan mengeluh tidak ada artinya, melakukan refleksi diri Sebagai memahami keinginan dan nilai-nilai mereka yang sebenarnya dapat menjadi titik awal. Menemukan makna bisa menjadi sebuah perjalanan pribadi Sebagai berhubungan Di orang lain secara otentik, memilih jalan yang sesuai Di batin mereka, dan merangkul kebebasan Sebagai menentukan nasib mereka Walaupun terdapat ketidakpastian Untuk hidup,” saran Dr Lim Boon Leng, psikiater Hingga Gleneagles Medical Centre.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Pemicu Gen Z Hingga Singapura Kurang Sejahtera, Peristiwa Pidana Depresi Naik Terus Tiap Tahun