Jakarta –
Pemprov Bali mencatat penerimaan Rp 287 miliar Di pungutan wisatawan Asing Dari 14 Februari 2024. Rahmi Fajar Harini, cofounder of Eco Tourism Bali, menyarankan agar sebagian dana itu dianggarkan Sebagai mengelola sampah Ke Pulau Dewata.
Penerimaan itu didapatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali Di pungutan wisatawan Asing (PWA) yang berkunjung Dari diberlakukan Di 14 Februari hingga September 2024. Nominal pungutan yang harus dibayarkan Di per satu orang turis Asing senilai USD 10 atau Rp 150 ribu.
Dinas Perjalanan Ke Luarnegeri Bali mencatat angka tersebut Mutakhir berasal Di Di 40 persen wisatawan mancanegara yang datang Ke Bali Untuk periode itu. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), total jumlah wisatawan Asing Ke Pulau Dewata Di 4,7 juta orang. Artinya, masih ada 60 persen wisman yang belum membayar pungutan.
Untuk Peraturan Lokasi Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Untuk Wisatawan Asing Sebagai Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali disebutkan pungutan itu digunakan Sebagai pelindungan adat, Kebiasaan, Karya Seni-Kebiasaan Global, serta kearifan lokal Kelompok Bali, Setelahnya Itu pemuliaan serta pemeliharaan kebudayaan dan lingkungan alam yang menjadi daya tarik wisata Ke Bali, peningkatan Mutu pelayanan dan penyelenggaraan kepariwisataan Kebiasaan Global Bali, dan menjadi pedoman Untuk pelaksanaan dan pengelolaan hasil pungutan Untuk wisatawan Asing.
Sayangnya, Di ini Bali Untuk disorot justru Lantaran dinilai penyelenggaraan kepariwisataannya kurang sip sampai masuk Untuk jajaran destinasi wisata yang tidak layak dikunjungi 2025 Di Fodor’s. Bali dinilai mengabaikan identitas Kebiasaan Global dan lingkungan Untuk menjamu wisatawan Asing. Sampah Ke Bali juga sangat mengerikan sampai-sampai dijuluki kiamat plastik.
Rahmi Fajar Harini, cofounder of Eco Tourism Bali (dok. pribadi)
|
Rahmi mengatakan persoalan sampah Ke Bali tidak bisa diabaikan lagi, Malahan sudah seharusnya dimasukkan Untuk prioritas kerja pemerintah Provinsi Bali.
“Wisatawan yang datang Lebih banyak, Penduduk Dunia Ke Bali bertambah, tetapi solusi Sebagai sampah Ke Bali tidak ditingkatkan, itu masalah besar. Siapapun nanti yang terpilih Di Pemungutan Suara Lokal dan semua pemangku kepentingan, masalah sampah sudah sangat mendesak,” kata Rahmi Untuk perbincangan Di detikTravel, Kamis (28/11/2024).
“Dana sudah ada, APBD Sebagai pengelolaan sampah sudah ada, bisa ditambah Di pungutan turis Asing itu. Sampai Di ini sudah lebih Di Rp 100 miliar, seharusnya itu bisa digunakan,” ujar Rahmi.
Dia juga menyebutkan sejumlah langkah yang harus ditempuh Di pemerintah agar sampah teratasi. Keputusan juga ada, tinggal political will-nya harus ada juga
“Pemerintah harus menyiapkan infrastruktur, pengangkut sampah yang sesuai Di jalanan sempit Ke Bali, penggunaan plastik sekali pakai, insentif kepada yang sudah melakukan langkah peduli sampah. Contohnya sudah banyak, Lokasi lain atau pun komunitas Ke Bali,” kata Rahmi.
Rahmi menilai Pembelajaran kepada pemerintah dan warga juga penting. Sebab, ada perubahan kebiasaan warga Untuk menggunakan kemasan dan persembahan keagamaan.
Ke Samping Itu perlu dibuat Pembelajaran Sebagai semua kalangan, pemerintah, warga, dan kepada wisatawan.
“Kalau bicara kebiasaan Ke pasar dan seremoni, dulu 20-30 tahun lalu, semua masih menggunakan kemasan persembahan yang degradable. tetapi kini banyak coffeshop, jajan pasar yang dikemas Di plastik, permen dibungkus plastik, termasuk persembahan yang cepat saja. Dulu enggak. Dan, itu dilakukan per orang per hari. Makanya, itu menjadi sumber sampah yang lumayan tinggi,” dia menjelaskan.
“Dulu ada Pergup penggunaan plastik sekali pakai, sedikit bisa menekan penggunaan plastik, tetapi disikapi Di kantong belanja yang dijual massal. Karena Itu, kalau lupa bawa langsung beli, lama-lama Karena Itu sampah juga. Artinya, warga belum Mengetahui mereka part of solution soal sampah ini,” dia menegaskan.
Setelahnya Itu, Pembelajaran perlu diberikan kepada pengusaha Perjalanan Ke Luarnegeri, termasuk hotel dan restoran, serta kafe. Kemasan plastik dan memilah sampah sudah semestinya menjadi sebuah keharusan Di tempat-tempat itu.
“Hotel, restoran, dan kafe harus memilah sampah dan sudah semestinya Sebagai masing-masing mampu mengelola sampah organik. Sudah banyak percontohan pengelolaan sampah organik. Bisa Karena Itu pakan, kompos, dll. Sebagai sampah anorganik dipisahkan. Akansegera lebih baik jika pemerintah mampu Memberi insentif dan solusi sampah anorganik itu dibawa Ke mana dan diapakan,” Rahmi menegaskan.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Sampah Bikin Bali Tak Layak Dikunjungi 2025, Ppn Turis Seharusnua Karena Itu Penyelamat