Bogor –
Para Pedagang Kaki Lima (PKL) ogah direlokasi Untuk kawasan Puncak Ke Rest Area Gunung Mas. Mereka mengeluh sepi dan cuma dapat Rp 50 ribu sehari.
Pemandangan Ke sepanjang jalanan Ke arah Puncak, Bogor tak seperti biasanya. Warung-warung yang sedianya berderet Ke pinggir jalan hanya menyisakan puing-puing dan tangis para pedagang.
Mereka harus merelakan sumber penghidupan mereka runtuh Di alat berat Lantaran penggusuran Senin (24/6) lalu. Sudah bertahun-tahun bangunan yang dipakai Di mereka berdagang Pada ini sudah tak tersisa.
Pak Ana Di Sebab Itu satu Untuk banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang lapaknya digusur, ia menyampaikan kalau berdagang Ke pinggir Jalan Raya Puncak ini sudah 25 tahun.
“Saya sudah (berjualan) Ke sini 25 tahun,” kata Ana kepada detikTravel, Selasa (25/6/2024).
Pada detikTravel mendatangi kawasan Didekat rest area Gunung Mas, Ke sepanjang jalan hanya tinggal puing-puing yang Ditengah dibersihkan Di pemiliknya, termasuk Pak Ana.
Dirinya mengungkapkan kalau tidak ada pemberitahuan Yang Berhubungan Di penertiban lapak. Sontak ia pun merasa kaget Di penggusuran itu.
Penggusuran PKL Puncak Foto: Pradita Utama/detikcom
|
Ia menyebut jika informasi tentang penggusuran ini tidak sampai Ke telinganya. Bila memang Berencana ada penggusuran ia Berencana Di mandiri membereskan lapaknya.
“Nggak ada, iya gak ada pemberitahuan tapi langsung dibongkar. Kalau ada pemberitahuan mah pasti (diberesin),” ungkap dirinya
Ke lapak pinggir jalan miliknya ini, Ana mengungkapkan mampu meraih omzet yang cukup besar dan bisa mencapai 700 ribu Idr per harinya.
Berbeda jika berjualan Ke Untuk rest area Gunung Mas, sebetulnya ia pun telah Memperoleh kios Ke Untuk rest area. Tetapi secara omzet sangat jauh berbeda. Inilah yang membuatnya kembali berjualan Ke pinggir Jalan Raya Puncak.
“Ke Untuk juga saya ada (kios) cuma kalau Ke Untuk tuh pernah saya sampe sore cuma dapat 10 ribu Idr sampai 50 ribu Idr. Kalau Ke sini satu hari saya bisa dapat 500 ribu sampai 700 ribu,” papar dirinya.
Padahal dagangan yang ia jual Ke lapak pinggir jalan Di Ke Untuk rest area tidak ada yang berbeda, ia menjual berbagai macam minuman dan Konsumsi seperti Minuman Kafein, mie, dan cemilan-cemilan lainnya.
Selain Lantaran omzet berdagang Ke Untuk rest area turun drastis, Ana juga Mengkritik ukuran kios yang sangat kecil hanya Di 2×2 meter persegi saja.
Jika dibandingkan Di lapak miliknya Ke pinggir jalan yang berukuran enam meter persegi. Ana memang pedagang yang merupakan warga asli kawasan ini.
Berbeda Di Ana, Cucu Khodijah merupakan warga asli Cianjur yang berjualan Ke pinggir Jalan Raya Puncak, ia telah berjualan lebih Untuk 20 tahun lebih.
Pedagang korban penggusuran PKL Puncak Foto: Pradita Utama/detikcom
|
Sesudah lapaknya dirobohkan, ia mengatakan Di tegas kalau tidak mau pindah berjualan Ke kawasan rest area Lantaran ukurannya yang kecil. Cucu lebih memilih Sebagai tidak berjualan daripada harus pindah Ke rest area Gunung Mas.
“Saya nggak mau kalau pindah Ke rest area kan kecil Sebagai jualannya, kalau kecil mah kan kita juga banyak barangnya. Nggak mau pindah, jualan Ke situ Sebagai tamu juga nggak bisa, semua orang yang ada Ke sini juga nggak mau jualan Ke rest area. Paling juga dapet 20 ribu, 15 ribu satu hari kalau Ke sini mah mendingan dapet 300 ribu” kata Cucu.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Sepi-Cuma Dapat Rp 50 Ribu Sehari